watch sexy videos at nza-vids!
WWW.CERITAINDO.SEXTGEM.COM

Find us On Facebook and Twitter
facebook.jpg | twitter.jpg

KEGEMARAN PEMBANTU

Ceritaku kali ini sebenarnya hanya untuk
mengingatkan kejadian lucu yang pernah
kualami di rumah tanggaku. Aku dengan 2 anak
yang sudah bersekolah di kelas 5 SD dan kelas 3.
Untuk meringankan beban tugas rumah tangga
istriku mengambil pembantu yang dia dapat dari
teman sekantornya. Seorang gadis Jawa,
umurnya kira-kira 17 tahun dan tidak tamat SMP.
Aku pada mulanya tidak terlalu menaruh
perhatian pada Tini pembantuku, karena tidak
ada yang istimewa, kecuali buah dadanya yang
kelihatan terlalu besar untuk badannya yang
kelihatanya cenderung kurus. Semua instruksi
rumah tangga dilakukan oleh istriku, sehingga
aku jarang berkomunikasi dengan Tini.
Aku secara tidak sengaja seperti menjaga jarak
dengan Tini. Pertama agar istriku tidak timbul
rasa curiganya dan kedua kelihatannya dia
sangat segan denganku.
Dia sudah lebih dari setahun bekerja di tempatku.
Semula aku sangka dia tidak akan balik setelah
cuti lebaran. Biasanya pembantu selalu begitu,
tetapi dia memilih kembali bekerja di tempatku.
Kami memang memiliki kamar khusus
pembantu di belakang rumah. Ceritanya ketika
pembantuku pulang cuti lebaran, setelah
seminggu dia belum juga kembali. Istriku
memintaku untuk memeriksa apakah di
kamarnya masih ada pakaian yang dia tinggal.
Sebab jika tidak ada pakaian yang ditinggal
berarti dia sudah bermaksud tidak akan kembali.
Kuperiksa lemarinya, terlihat masih banyak
pakaiannya. Aku lalu iseng memeriksa seluruh isi
lemarinya.
Agak mengejutkan ketika di bawah lipatan baju-
baru dan agak tersembunyi di belakang aku
menemukan buku-buku porno koleksiku. Aku
memang agak sembrono menyimpan koleksi.
Sebagian kutaruh di dalam lemari bajuku bagian
belakang, dan sebagian lagi kusimpan dalam
koper di atas lemari. Begitu banyaknya koleksiku
sehingga aku kurang memperhatikan jika ada
yang lenyap. Aku setiap kali bepergian ke Eropa,
Jepang dan Amerika selalu membeli buku-buku
untuk koleksi.
Aku jadi penasaran memeriksa kamar
pembantuku. Di bawah kasurnya, kutemukan
beberapa buku porno lagi. Sekitar 10 buku dan
majalah porno ternyata berpindah tempat ke
kamar pembantuku.
Aku sama sekali tidak menyangka, pembantu
yang lugu itu ternyata menggemari koleksi
majalah porno. Kalau dilihat dari penampilan,
sama sekali tidak akan menyangka jika dia
menyukai gambar-gambar sex.
Penemuan itu tidak kuceritakan kepada istriku.
Aku khawatir jika kelak pembantuku balik, akan
dimarahi, atau malah disuruh berhenti.
Si Tini datang dari kampung setelah 2 minggu
lebaran. Dia beralasan orang tuanya sakit,
sehingga minta ditunggui.
Sekembalinya bekerja, aku merubah sikapku.
Aku mulai sering berkomunikasi dengan Tini,
mulai dengan menyuruhnya menyemir sepatu,
menyeterika baju yang akan kupakai. Banyak hal
yang menyebabkan komunikasiku dengan Tini
menjadi lebih intensif. Pada awalnya dia rada
canggung melayaniku, tetapi lama-lama dia
menjadi biasa dan tidak canggung lagi.
Ada maksud dibalik strategiku lebih akrab
dengan Tini. Aku tentu saja penasaran, kenapa
dia menyenangi gambar-gambar porno. Padahal
setahuku, umumnya cewek kurang suka melihat
majalah porno, termasuk istriku. Wajar sih
rasanya, karena gambar porno itu hampir
seluruhnya membedah rahasia wanita. Beberapa
memang ada juga gambar adegan sex antara
pria dan wanita.
Aku mulai bisa mencandai Tini, dan dia pun
mulai berani merespon candaanku. Aku tidak
terlalu dekat juga sih meski sudah ada candaan
yang dilontarkan. Dia tetap segan dan aku tetap
berusaha menjaga jarak.
Aku dan istriku tidak selalu berangkat kerja
bersamaan. Dia sering berangkat duluan,
kadang-kadang bersama temannya yang
rumahnya tidak jauh dari kompleks
perumahanku. Aku memang agak bebas dalam
hal jam kantor. Yang penting jam 4 sore aku
sudah muncul di kantor dan pulang dari kantor
bisa jam 12 malam, tapi bisa juga jam 6 sore.
Semua tergantung dari order yang kukerjakan,
dan juga gerak hatiku. Sebab sering kerjaan
sudah beres jam 7 malam, tapi aku masih
berkutat di kantor sampai jam 12 malam, hanya
untuk ngobrol dan main komputer. Kadang-
kadang malah ke kafe bersama teman sekantor
untuk sekedar ganti suasana.
Pada suatu saat yang tepat, setelah istriku
berangkat ke kantor dan semua anakku sudah di
sekolah. Sementara aku menikmati sarapan nasi
goreng yang memang kusuruh si Tini
membuatnya , aku memanggilnya. Dia kusuruh
duduk di kursi seberang meja makan. Tini
kelihatannya bingung. Dia ragu-ragu untuk
duduk di situ, sampai akhirnya dia duduk juga.
Situasi seperti ini memang belum pernah terjadi.
Dia selalu makan di dapur atau dikamarnya.
Setelah duduk aku langsung ke pokok persoalan.
“Tini kamu senang melihat majalah bergambar
orang-orang telanjang, di kamarmu aku
temukan banyak majalahku kamu simpan di
sana ? “ tanyaku.
Tini terperanjat dan mukanya langsung
memerah. Aku memahami, dia pasti merasakan
malu, takut dan bercampur-campur rasa
bimbang dan rikuh.
“Aku nggak apa-apa, dan juga nggak marah,
kamu boleh-boleh saja kalau mau melihat
majalah yang seperti itu, asal jangan sampai
hilang, sebab aku belinya jauh dan di sini nggak
ada yang jual,” kataku.
Dia masih terdiam, tetapi mulai sedikit berani
mengangkat muka memperhatikan sikapku.
Kata-kata yang kuucapkan sama sakali jauh dari
nada marah. Ini memang kusetel agar dia tidak
grogi.
“Cuma aku ingatkan jangan sampai ibu tau,”
kataku.
“Iya pak maaf,” katanya singkat.
“Aku malah senang jika kamu juga suka melihat
majalah seperti itu, nanti aku akan pinjami kamu
koleksi yang lain yang ada di koper. Kalau
majalah yang kamu simpan sudah selesai kamu
lihat bawa kesini, tapi kalau masih ada yang ingin
dilhat lagi ya simpan aja dulu, nanti saya pinjami
kamu majalah yang lainnya.” kataku.
“Ya udah sana,” kataku menyudahi pembicaraan.
Tini lalu bergegas ke belakang, dan tak lama
kemudian dia membawa semua majalah yang
dia simpan dan diserahkan kepadaku. Rasa
malunya terlihat masih ada, sehingga dia
menyerahkan sambil menunduk. Kuterima
majalah itu dan aku masuk ke kamar. Aku
simpan ke dalam koper dan kuambil majalah-
majalah yang memperlihatkan adegan sex.
Sekitar 10 majalah kuambil dan keberikan ke Tini.
Mulanya dia menolak untuk menerima, tapi
kupaksa dan kuyakinkan bahwa aku nggak apa-
apa. Akhirnya majalah itu diterimanya juga dan
dibawa masuk ke kamarnya.
Begitulah berulang-ulang sampai dia sendiri
akhirnya berani buka pembicaraan mengenai isi
majalah yang aku sodorkan. “ Pak orang bule
kok nggak malu ya, difoto lagi gituan,” katanya.
“Disana bayarannya mahal, dan di luar negeri
kayak gitu udah biasa,” kataku.
“Kamu di kampung udah punya pacar,” tanyaku.
“Belum pak, “ katanya polos.
“Jadi kamu belum pernah lihat punya laki-laki
seperti apa,” tanyaku.
“Ya paling-paling adikku yang kecil, kalau aku
disuruh emak mandiin,” katanya polos.
“Apa kamu nggak penasaran pengin lihat laki-laki
punya yang udah besar,” tanyaku.
“Abis mau liat sapa punya pak, aku kan belum
pernah pacaran pak,” katanya polos.
“Bener kamu belum pernah liat, pengin nggak liat
yang asli,” pancingku.
“ Belum pak, ya kadang-kadang penasaran juga
sih pak,” katanya polos dan mulai masuk ke
dalam perangkapku.
Pembicaraan kami itu, tentunya setelah istriku
berangkat kerja dan anak-anak berangkat ke
sekolah.
Aku sudah terangsang berat setelah mengetahui
Tini masuk ke dalam perangkapku. Aku pagi itu
masih memakai celana boxer dan kaus oblong.
“kamu boleh liat bapak punya kalau kamu mau,”
kata ku
“Ah bapak, saya malu ah pak,” katanya.
Aku lalu menarik tangannya dan menggiring ke
ruang tamu. Dia menurut saja sambil menutup
mulutnya.
“Kamu duduk di karpet,” kataku.
Tini menuruti kemauanku dan aku mencopot
celanaku dan duduk di sofa di hadapannya.
Penisku yang tegak mengacung lalu
kupertontonkan ke Tini.
“Ih Bapak, Tini malu ah, “ katanya sambil
berusaha membuang muka, tapi agak melirik
juga, mungkin rasa ingin tahunya yang
mendorong dia curi-curi pandang.
“Udah liat aja biar nggak penasaran, dari pada liat
gambarnya kan lebih jelas liat yang asli kataku
terus membujuk,” kataku.
Tini baru berani mengangkat mukanya melihat
kemaluanku yang sedang menegang.
“Tapi yang digambar itu kelihatannya lebih besar
ya pak,” katanya
“Ya iyalah orang bule dan orang negro badannya
kan besar, kalau tititnya kecil kan nggak
seimbang,” kataku.
“Kalau kamu pengin pegang, pegang aja,”
rayuku.
“Ah enggak ah pak saya malu,” tukasnya.
“Enggak apa-apa kan sudah aku ijinkan , “ kataku
sambil meraih tangannya dan kutuntun ke
penisku yang sudah mengeras.
Dengan ragu-ragu dipegangnya dengan hanya
menggunakan jempol, dan jari telunjuk.
“Genggam, “ kataku sambil membawa
tengannya agar menggenggam rudalku.
“ Ih kok keras ya pak,” katanya sambil
menggenggam.
Aku lalu menginstruksikan agar sedikit dikocok.
“Aduh enak banget Tin ,“ kataku sambil
menjatuhkan badanku ke sandaran.
“Enak gimana sih pak, bukannya sakit pak,”
katanya dengan polos.
Otakku sudah keracunan jadi menginginkan lebih
dari itu.
“Tin kamu liat engga cewek di gambar yang
melomot titit,” tanyaku sambil mendesis
keenakan.
“Iya pak apa ngga jijik sih, buat kencing kok
malah dilomoti,” tanyanya dengan muka bodoh.
“ Itu untuk memuaskan pasangan, karena laki-
laki suka anunya dilomoti,” kataku.
Aku menganjurkan dia mencoba mengoral
barangku. Tapi dia menolak, karena katanya jijik.
“Ya udah kalau nggak mau melomot, coba kamu
ciumi saja, aku pingin yang lebih enak,” pintaku.
Mungkin Tini sudah terangsang juga sehingga
pertimbangannya jadi kurang waras. Dia mulai
menciumi batangku yang mengeras. Aku
mengarahkan agar dia juga menciumi kantong
zakarku. Aku serasa terbang ke langit merasakan
nikmatnya diciumi begini.
“Ayo lomot ujungnya Tin, rasanya enak banget,”
Tini agak ragu mulai mengecup ujung penisku.
Dia agak kaku melakukannya. Kepalanya aku
pegang dan aku tekan agar barangku masuk
lebih banyak. Terasa giginya menggerus
batangku yang mengakibatkan rasa ngilu. Dia
kuajari agar menjaga giginya tidak menyentuh
kulitku. Pelajaran itu dipahaminya karena
kemudian dia mulai mahir mengoral maju
mundur barangku sesuai dengan arahan
tanganku yang menuntun gerakan kepalanya.
“Pak saya nggak bisa nafas pak,” katanya lalu
melepas kuluman di batangku.
Beberapa saat istirahat, lalu dia kembali
mengulum. Aku mintanya agar dia juga
menghisap kuat-kuat. Aku seperti kesedot, ketika
dia mulai menghisap. Kulumannya makin nikmat
dengan variasi sedotan.
Menjelang aku muncrat ku tarik mulutnya
menjauh dan kubekap ujung penisku lalu
muncratlah cairan kental dari ujung penisku.
Sebelum dia sempat bertanya kusuruh dia cepat-
cepat mengambil tissu.
Selamatlah semua cairan spermaku tertampung
ditissu.
”Apaan sih pak kok kayaknya kentel gitu,”
tanyanya bodoh.
“Itu namanya mani, kalau nikmatnya sudah
memuncak semua laki-laki bakal
menyemprotkan mani,” kataku.
Tini lalu mengamati barangku dengan seksama
yang perlahan-lahan mulai menyusut.
“Pak kok kelihatannya jadi lemas gitu,” tanya.
“ Ya kalau sudah nyemprot dia akan lemes,”
kataku.
Dia masih penasaran lalu ditekan-tekannya
penisku yang mulai melembek.
“Ih jadi empuk pak,” katanya.
“Nah kamu kan sudah liat Bapak punya,
sekarang gantian Bapak liat kamu punya,” kataku
menagih.
“Ah enggak ah pak saya malu,” katanya sambil
membekap kedua tangannya ke dadanya.
Aku tarik tangannya untuk kuajak duduk
disampingku. Dia meski agak kaku tapi menuruti
juga tarikan tanganku. Setelah terduduk
disampingku aku lalu menciumi lehernya,
pipinya lalu telinganya. Kujilati lehernya.
Nafasnya terasa semakin cepat dan terdengar
agak mendengus. Tanganku mulai meraba
susunya dan meremasnya halus. Tangan Tini
berusaha mencegah tanganku meremas
susunya, tetapi dia tidak terlalu keras
mencegahnya sehingga aku masih bisa
meremas dadanya kiri dan kanan. Dia mulai
membiarkan tanganku meremas dadanya, dan
nafasnya sudah makin memburu. Tanganku
mulai menyusup kebawah kausnya dan
mencapai kutangnya. Dia agak terkejut dan
terlambat menyadari tanganku sudah
menangkup di kutangnya. “ Pak jangan pak,”
katanya, tapi nadanya seperti orang hampir
kehabisan nafas.
Aku tidak memperdulikan, karena toh tangannya
tidak sungguh-sungguh mencegah rambahan
tanganku. Puas meremas dari balik kutang aku
mencari pengait BH nya di bagian punggung.
Dengan sekali tekan lepaslah pengait BH itu.
Aku lalu lebih leluasa meremas teteknya yang
kenyal dan rasanya tanganku kurang mampu
menangkup ke buah dadanya. Pentilnya terasa
kecil dan mengeras. Kupilin-pilin dan kuusap. Tini
tidak lagi melarang, tetapi dia mulai mendesis. “
Sssshhh aduh pak,”
Tini terlihat sudah sangat terangsang.. Kuangkat
kaus oblong untuk melepas dari badannya. Dia
menurut saja malah seperti memberi ruang
untuk mempermudah kaus nya terlepas.
Buah dadanya sungguh indah, bengkak dan
gemuk dengan puting yang masih kecil. Tanpa
menunggu lama, aku langsung nyosor ke
menjilat dan mengisap pentilnya yang besarnya
mungkin baru sebesar kacang kedele.
Tini makin mendesah-desah. Tanganku mulai
merayap kebawah langsung menuju
selangkangannya. Antara sadar dan melayang
dia menangkap tanganku yang sudah
menemukan gundukan dibalik celananya. “ Pak
jangan pak Tini malu,” katanya.
Aku tidak memperdulikan dan tanganku terus
merayap ke atas mencari celah celananya dari
atas. Tanganku berhasil masuk ke balik celana
dalamnya dan langsung meluncur ke bawah.
Memek Tini terasa tidak berbulu dan gemuk.
Pantas aja dia malu, mungkin karena memeknya
belum berbulu. Kelihaian jariku langsung bisa
masuk kebelahan memeknya dan menemukan
tonjolan kecil yang agak kaku dibelahan atas
memeknya. Clitorisnya mencuat. Aku
memainkan clitorisnya dan Tini semakin
mendesah-desah dan mengerang halus.
Memeknya agak basah, sehingga sesekali aku
mengambil cairan memeknya untuk membantu
melicinkan usapanku ke clitorisnya.
Aku terus memainkan clitorisnya sampai
kemudian dia memelukkan keras dan
mengerang, “ Aduh pak aduuuuuh aaaaahhh”
Lubang vaginanya berdenyut-denyut
menandakan dia mencapai orgasme.
Rasa segan kepada majikannya dia lupakan dan
dia memelukku keras sekali sampai denyutannya
berhenti.
“Gimana rasa Tin,” tanyaku.
“Enak banget pak, diapain saya tadi sih pak,”
katanya dengan nada manja.
‘Itulah rasa enak yang aku rasakan waktu tadi
maniku muncrat, sama seperti yang kamu rasa
barusan,” kataku.
Tini kurebahkan ke sandaran sofa dan kakinya
menjuntai ke lantai. Aku lalu memelorotkan rok
dan celana dalamnya sekaligus. “ Pak jangan pak
Tini malu,” katanya.
Tapi aku terus berusaha melepaskan, dan
ternyata dia tidak menghalanginya serius.
Tini terlentang bugil di sofa ku. Susunya yang
gemuk berpadu dengan memeknya yang
mentul tetapi masih nyaris gundul. Bulu di
kemaluannya masih sangat halus dan hanya ada
di bagian atas gundukannya.
Aku kembali meremas-remas kemaluannya,
karena rasanya gemes melihat gundukan
cembung di kemaluan Tini yang gundul. Dia
sudah pasrah, dan lupa pada rasa malu.
Kucolokkan sedikit jariku ke belahan memeknya
yang sudah basah lalu kucium. Baunya agak
amis khas bau kemaluan wanita. Kutarik dia agar
berdiri dan kupapah menuju kamar mandi. Tini
menurut saja. Sesampai di kamar mandi aku
siram kemaluannya dan kusabuni sampai bersih.
“ Pak perih pak sabunnya masuk kedalam,”
Tini lalu membersihkan sendiri memeknya.
Setelah itu aku lap kering dan kutuntun dia
masuk ke kamarku.
Tini ku telentangkan di tempat tidur. Dia pasrah
saja, tidak ada penolakan lagi. Aku kembali
menciumi leher dan kedua putingnya. Nafasnya
mulai memburu lagi dan pelan-pelan aku turun
menciumi perutnya. Kedua kakinya
kurenggangkan dan aku lalu menciumi bukit
kemaluannya. Kepalaku ditahannya, “Pak jangan
pak jijik pak,” katanya.
Aku tidak menghiraukan kecuali lidahku mulai
menjulur dan menjilati seputar bukit pubisnya.
Aku lalu turun dan lidahku mulai menjilati bibir
memeknya. Dengan kedua tanganku ku kuak
memeknya lalu mulutku kubenamkan ke bagian
atas belahan memeknya. Lidahku dengan
mudah menemukan clitorisnya. Tini
menggelinjang ketika lidahku mencapi ujung
clitorisnya. “ Geli pak aku nggak tahan,” katanya
sambil berusaha menarik kepalaku menjauh dari
memeknya.
Tapi aku terus bertahan dan lidahku beralih
menyapu pinggir clitorisnya. Dia tidak lagi
menarik kepalaku, tetapi menggelinjang-
gelinjang seirama dengan gerak lidahku.
Sesekali aku sapu ujung clitnya dan dia
menggelinjang kuat, tetapi tidak lagi mengeluh
geli. Aku kemudian memusatkan jilatanku ke
clitorisnya. Tini seperti menangis dan merintih
merasakan kenikmatan clitorisnya di sapu oleh
lidahku. Aku mengoral sekitar 5 menit sampai
kemudian dia mencapai orgasme kembali dan
menjepitkan kedua kakinya kekepalaku dan
menekan kepalaku ke arah memeknya.
Memeknya berdenyut-denyut.
Memeknya banjir oleh cairan vagina bercampur
dengan ari ludahku.
Untungnya aku sudah melapisi handuk sehingga
tidak mengenai sprei. Penisku menegang
kembali. Tini sudah pasrah dan mungkin dia lupa
tugasnya membersihkan rumahku. Dia tidur
terletentang. Aku duduk bersimpuh diantara
kedua rengganan kakinya. Penisku kusap-
usapkan ke belahan memeknya, sambil kutekan-
tekan ke liang vaginanya. Kepala penisnya sudah
bisa masuk sedikit, namun karena posisiku
duduk bersimpuh aku tidak bisa menekannya
lebih jauh. Aku lalu berganti posisi telungkup
menindihnya.
Penisku kembali aku cocokkan dengan lubang
vaginanya sampai pada posisi yang tepat.
Dengan gerakan hati-hati kutekan ujung penis
masuk ke belahan vagina. “ Aduh pak sakit pak,”
katanya.
Aku menenangkan sebentar, sambil
mempertahankan posisi ujung penisku yang
sudah agak terbenam. Dengan gerakan halus
kutekan lagi. Tini kembali mengeluh sakit, tetapi
penisku sudah lebih tenggelam, meski baru
kepalanya saja. Aku mengontraksikan penisku.
Pengerasan penisku sambil sedikit bertahan
membuat dia lebih maju menerobos. Aku
melakukan gerakan itu berulang-ulang sampai
seluruh kepala penisku tenggelam. Ketika
kudorong terasa ada penghalang. Kuyakin
bahwa aku sudah membentur selaput
perawannya. Aku lalu melakukan gerakan maju
mundur sampai gerakan itu lancar, meskipun
gerakan jarak pendek. Sampai batas penghalang
selaput perawan aku lalu berhenti maju mundur.
Dengan agak menekan sedikit sambil
menegangkan penisku, terasa ada kemajuan,
aku tekan lagi dan menegang lagi bisa maju lagi
dan terasa ada yang terterobos. Aku berhasil
menerobos selaput daranya. Tini mengernyit
sambil mengeluh sakit. Lalu kutarik sedikit dan
kudorong lagi lebih dalam pelan-pelan. Penisku
bisa lebih terhunjam. Aku terus melakukan
gerakan maju mundur dengan sekali-kali maju
lebih jauh , sampai akhirnya semua penisku
terbenam.
Jepitan memeknya ketat sekali sehingga
batangku terasa agak ngilu, terutama di leher
kepala topi baja. Gerakan maju mundur makin
lancar dan Tini kelihatannya tidak kesakitan lagi
seperti tadi. Tapi dia masih mengernyit-ngernyit
mungkin masih ada rasa sedikit sakit.
Aku sudah leluasa memompanya sampai
akhirnya aku merasa mau meledak dan buru
buru kutarik dari lubang vaginanya dan
kusemburkan diatas perutnya. Batangku terlihat
agat tersaput dengan darah meski hanya sedikit.
Aku lalu rebah disamping Tini.
“Gimana rasanya Tin,” tanyaku.
“Sakit pak enakan yang dijilat tadi,” katanya terus
terang.
“Ya untuk yang pertama emang sakit, tetapi
seterusnya malah enak.
Aku membimbing Tini, kamar mandi untuk
bersih-bersih. Dia merasa memeknya perih
ketika cebok.
Sejak saat itu aku jadi sering menyetubuhi Tini
dan menjaga agar mani tidak sampai masuk ke
vaginanya. Kadang-kadang aku mengenakan
kondom juga. Kami bisa bersikap wajar jika ada
istriku, Tetapi setelah rumah kosong kami jadi
liar dan bertindih-tindihan.
Aku lama-lama merasa tidak aman juga, karena
bagaimana pun keakraban Tini bisa-bisa tanpa
dia sadari akan terlihat oleh istriku. Aku lalu
mempekerjakan Tini sebagai cleaning service di
kantorku tanpa sepengetahuan istriku. Dia
berpura-pura pamit berhenti bekerja karena
dipanggil orang tuanya di kampung.
Sebagai pekerja cleaning service, dia mendapat
gaji lebih besar, apalagi kutambah uang bulanan
sebesar gajinya plus biaya indekos. Kucarikan
tempat indekos yang bisa bebas, sehingga aku
sering menginap di tempatnya dan beralasan
pada istriku tugas keluar kota.
Aku tidak perlu lagi memasang kondom, karena
aku diam-diam mensterilkan diri ke dokter.
Meskipun aku sering mengakrabi Tini, tetapi dia
kudorong untuk mencari pacar. Dia berkali-kali
dapat pacar, tetapi lalu putus entah karena apa.
Semua pacarnya tidak diperbolehkannya
mengetahui tempat kost Tini. Itu memang
perjanjian kami. Aku memperbolehkannya Tini
melakukan hubungan dengan pacar-pacarnya,
tetapi harus dilakukan di luar tempat kost.
Hubunganku berlangsung cukup lama mungkin
sekitar 8 tahun sampai akhirnya Tini
menemukan jodoh. Dia dipersunting oleh lurah
di kampungnya. Setelah itu aku tidak pernah
dengar lagi kabar Si Tini.


Adult | GO HOME | Exit
1/1674
U-ON

inc Powered by Xtgem.com